Rabu, 21 November 2012

ERVING GOFFMAN


Goffman lahir di Alberta, Kanada pada tanggal 11 Juni 1922. Ia mendapatkan nilai terbaik dari universitas Chicago dan sering kali dipandang sebagai anggota mazhab chicago dan sebagai interaksionis simbolis. Namun, ketika beberapa saat sebelum meninggal ia ditanya benar tidaknya ia seorang interaksionis simbolis, ia menjawab bahwa label itu terlalu kabur untuk dirinya. Sebaliknya sulit memasukkan karyanya ke dalam satu kategori tunggal. Dalam membangun perspektif teoretisnya, goffman mengambil banyak sumber dan membangun satu orientasi khas.
Erving Goffman meninggal pada tahun 1982 di puncak ketenarannya. Ia telah lama dipandang sebagai sosok yang yang dikultuskan dala teori sosiologi. Status tersebut diperoleh karena ia adalah profesor pada jurusan sosiologi prestisius di Universitas California, Berkeley, dan selanjutnya ia menempati posisi kuat di ivy League Universitas Pennsylvania. Pada tahun 1980 an, goffman muncul sebagai teoretisi yang sangat penting. Sebenarnya ia terpilih sebagai presiden Asosiasi sosiologi Amerika pada tahun kematiannya namun ia tidak mampu menyampaikan pidato kepresidenannya karena penyakitnya yang semakin memburuk. Karena status kemandirian goffman, dalam pidatonya Randall Collins mengatakan setiap orang bertanya-tanya tentang apa yang ia sampaikan dalam pidato kepresidenannya.
Karya Erving Goffman
Karya terpenting yang membahas diri dalam interaksionisme simbolis adalah buku Presentation of self in everyday life (1959) yang ditulis oleh erving goffman. Konsepsi goffman tentang diri banyak meminjam gagasan Mead, khusunya diskusinya tentang ketegangan antara 1, diri yang spontan, dengan me, hambatan sosial dalam diri. Ketegangan ini tercermin dalam karya goffman tentang apa yang dia sebut ‘kesenjangan antara diri kita yang manusiawi dengan diri kita yang tersosialisasi’. Ketegangan ini berasal dari perbedaan antara harapan orang terhadap apa yang mesti kita lakukan dengan harapan kita sendiri. Kita dituntut untuk melakukan apa yang diharapkan dari kita selain itu, kita tidak boleh plin-plan. Seperti kata beliau “Kita tidak boleh bergerak ke bawah dan ke atas”. Untuk menjaga citra diri yang stabil, orang tampil untuk audien sosial mereka. Akibat dari minatnya pada pertunjukan ( performance ) ini, goffman memusatkan perhatiannya pada Dramaturgi, atau pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan dramatis yang serupa dengan yang ditampilkan di atas panggung.
Dramaturgi
Pemahaman goffman tentang diri terbentuk oleh pendekatan dramaturgisnya. Bagi goffman diri adalah bukanlah benda organik yang memiliki lokasi spesifik, dalam menganalisis diri, kita menarik diri dari pemiliknya, dari orang yang akan paling diuntungkan  atau dirugikan olehnya, karena ia dan tubuhnya sekadar menyediakan gantungan bagi manufaktur kolaboratif untuk sementara waktu, sarana produksi dan pemeliharaan diri tidak terletak pada gantungan tersebut.
Goffman memahami diri bukan sebagai milik aktor namun sebagai produk interaksi dramatis antara aktor dengan audien. Diri adalaha efek dramatis yang muncul dari skenario yang ditampilkan. Karena diri adalah produk interaksi dramatis, ia rentan mengalami Disrupsi selama pertunjukan. Konsep dramaturgi goffman tidak lagi memusatkan perhatian pada proses pencegahan atau diatasinya gangguan semacam itu. Meskipun sebagian besar diskusinya terfokus pada kontingensi-kontingensi dramaturgis ini, goffman menunjukkan bahwa kebanyakan pertunjukan berhasil dilakukan. Hasilnya adalah bahwa dalam situasi biasa, diri yang utuh ditentukan oleh pementas, dan ia terlihat memancar dari pementas. Ketika individu berinteraksi, mereka ingin menyajikan pemahaman tertentu tentang diri yang akan diterima oleh orang lain. Namun, bahkan ketika menampilkan diri mereka, para aktor tersebut sadar bahwa anggota audien dapat mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu, aktor menyesuaikan diri dengan kontrol audien, khususnya elemennya yang mungkin bersifat disruptif. Aktor berharap agar pemahaman tentang diri yang mereka sajikan di hadapan audien akan cukup kuat bagi audien tersebut untuk mendefinisikan aktor sebagaimana yang dikehendaki sang aktor. Aktor pun berharap ini akan menyebabkan audien bertindak sukarela sebagaimana yang dikehendaki sang aktor.
Mengikuti analogi teatrikal, goffman berbicara tentang panggung depan. Depan adalah bagian dari pertunjukan yang secara umum berfungsi secara agak tetap dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang memperhatikan pertunjukan tersebut. Di panggung depan, goffman lebih jauh membedakan anatara setting dengan muka personal. Setting merujuk pada tampilan fisik yang biasanya harus ada jika aktor tampil. Tanpa itu, aktor biasanya tidak dapat. Muka personal terdiri dari pernik-pernik perlengkapan ekspresi yang diidentikan audien dengan pementas dan diharapkan agar dibawa serta dalam setting tersebut.goffman membagi lagi muka personal menjadi tampilan dan tingkah laku. Tampilan termasuk pernik-pernik yang mengatakan kepada kita status sosial pementas. Misalnya baju dokter bedah. Tingkah laku mengatakan kepada para audien peran yang diharapkan untuk dimainkan pementas dalam aksi tersebut. Tingkah laku yang payah dan pengecut mengindikasikan pertunjukan yang lumayan berbeda. Secara umum, kita berharap agar pertunjukan dan tata cara berjalan konsisten.
Kendati memiliki pandangan struktural, pandangan paling menarik goffman terdapat pada ranah interkasi. Ia berargumen bahwa karena pada umunya orang mencoba menyajikan gambaran ideal atas dirinya sendiri dalam pertunjukan panggung depan, maka niscaya mereka merasa harus menyembunyikan berbagai hal dalam pertunjukan yang mereka lakukan. Yaitu :
Pertama, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan rahasia (contoh, minum alkohol) yang telah jadi kebiasaan sejak sebelum pertunjukan atau di masa lalu (contoh, kecanduan narkoba) yang tidak cocok dengan pertunjukan mereka.
Kedua, aktor mungkin ingin menyembunyikan kekeliruan yang mereka lakukan dalam persiapan pertunjukan maupun langkah yang telah mereka ambil untuk membetulkan kesalahan-kesalahan tersebut (contoh, seorang sopir berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa dia salah jalan)
Ketiga, aktor mungkin menganggap hanya perlu menunjukkan produk akhir dan menyembunyikan proses produksinya (contoh, profesor menyiapkan waktu berjam-jam untuk menyiapkan presentasinya, namun dia bertindak seolah-olah dia menguasai materinya)
Keempat, aktor perlu menyembunyikan dari hadapan para hadirin ‘kerja kotor’ dalam pembuatan pembuatan produk akhir tersebut. Kerja kotor mungkin meliputi tugas-tugas yang secara fisik tidak bersih, semi ilegal, kejam, dan dari sudut pandang lain merendahkan martabat.
Kelima, pada pertunjukkan tertentu, aktor mungkin harus membiarkan turunnya standar-standar lain. Akhirnya, aktor menganggap perlu menyembunyikan cercaan, hinaan, atau perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa agar pertunjukkan terus berlangsung.
Aspek lain dramaturgi pada panggung depan adalah bahwa aktor seringkali mencoba menampilkan kesan bahwa mereka lebih dekat kepada audien daripada kenyataanya. Goffman berargurmen, audien sendiri mungkin mencoba mengatasi kepalsuan tersebut sedemikian rupa sehingga tidak meruntuhkan gambaran ideal aktor. Aktor mencoba memastikan bahwa seluruh bagian pertunjukan menyatu. Pada beberapa kasus, aspek yang tidak selaras dapat merusak pertunjukan. Teknik lain yang digunakan oleh pementas adalah mistifikasi. Seringkali aktor cenderung memistifikasi pertunjukan mereka dengan membatasi kontak diri mereka dengan audien. dengan membangun jarak sosial antara diri mereka dengan audien. Dengan membangun jarak sosial antara diri mereka dengan audien, mereka mencoba membuat audien terpesona.
Unit analisis goffman bukanlah individu, namun tim. Tim adalah sekumpulan individu yang bekerja sama dalam mementaskan satu rutinitas yang sama. Jadi, diskusi sebelumnya tentang hubungan antara pementas dengan audien sebenarnya berbicara tentang tim. Goffman juga mendiskusikan panggung belakang, tempat fakta yang tertekan di panggung depan atau berbegai tindakan informal dapat terlihat. Panggung belakang biasanya berdekatan dengan panggung depan, namun ia juga terpisah. Pementas berharap agar tidak ada anggota audien mereka yang hadir di belakang panggung. Pertunjukan cenderung sulit dilakukan ketika aktor tidak mampu mencegah audien masuk ke panggung belakang. Juga terdapat wilayah ketiga, wilayah sisa, yaitu sisi luar, yang bukan depan atau belakang.tidak ada wilayah yang selalu berada di salah satu ketiga ranah tersebut. Walaupun wilayah tertentu dapat mencakup ketiga ranah pada waktu yang berlainan.
Erving goffman memfokuskan kepada pendokumentasian tentang apa yang dia sebut dengan ungkapan-ungkapan yang tersirat, yakni suatu ungkapan yang bersifat teateris dan jenis-jenis kontektual, non verbal, dan jenis-jenis yang diduga bukan bersifat intentionalitis. Adakah tujuan komunikasi ini direkaya atau tidak. Kita memahami makna dan mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, seringkali lebih bergantung kepada kesan kita terhadap tindakan mereka dibandingkan dengan perkataan-perkataan mereka.
Manajemen kesan
Secara umum, manajemen kesan diarahkan untuk melindungi diri dari tindakan-tindakan yang tidak terduga, seperti gerak yang tidak sengaja dilakukan, intrusi yang datang salah waktu, dan tindakan memalukan, maupun tindakan-tindakan yang sengaja dilakukan, seperti membuat skenario. Goffman tertarik pada berbagai metode untuk mengatasi masalah-masalah ini. Pertama, terdapat beberapa metode yang melibatkan tindakan yang bertujuan menghasilkan loyalitas dramaturgi, misalnya dengan cara menonjolkan tingginya loyalitas kelompok. Kedua, goffman mengemukakan berbagai bentuk disiplin dramaturgis, seperti mengingatkan agar menghindari kesalahan kecil, memelihara kendali diri, dan mengatur ekspresi wajah dan nada verbal seorang pementas. Ketiga, ia mengidentifikasikan sejumlah hambatan dramturgis, seperti menentukan sebaik-baiknya bagaimana pertunjukan harus berlangsung, merencanakan situasi darurat, menyeleksi anggota tim yang loyal, menyeleksi audien yang baik.
Jarak peran
Jarak peran membicarakan sejauh mana individu memisahkan dirinya dari peran yang mereka mainkan. Sebagai contoh, jika naik komidi putar, anak-anak yang lebih besar cenderung sadar bahwa mereka benar-benar terlalu tua menikmati pengalaman tersebut. Inti pandangan goffman jarak peran adalah fungsi dari status sosial seseorang. Orang-orang pada status sosial yang tinggi sering kali mewujudkan jarak peran dengan alasan berbeda dengan orang-orang yang berada pada posisi status rendah. Orang-orang yang berada pada status rendah biasanya memasang sikap yang lebih defensif dalam memamerkan jarak peran. Contohnya, orang yang membersihkan toilet mungkin melakukan pekerjaannya tanpa semangat dan penuh keengganan. Mereka ingin mencoba mengatakan kepada audien bahwa mereka terlalu mulia untuk pekerjaan tersebut.
Stigma
Goffman tertarik pada kesenjangan antara bagaimana seharusnya seseorang, identitas sosial maya, dengan bagaimana sebenarnya orang tersebut, identitas sosial aktual. Siapapun yang memiliki kesenjangan antar kedua identitas tersebut mendapatkan stigma. Stigma memusatkan perhatian pada interaksi dramaturgis antara orang-orang yang mendapatkan stigma dengan orang-orang normal. Sifat interaksi tersebut tergantung pada salah satu diantara dua stigma yang melekat pada individu. Pada kasus stigma yang didiskreditkan, aktor berasumsi bahwa perbedaan diketahui oleh anggota audien atau dapat mereka buktikan. Stigma yang dapat didiskreditkan adalah perbedaannya tidak diketahui anggota audien atau tidak dapat mereka presepsi. Bagi seseorang dengan stigma yang didiskreditkan, inti masalah dramturgisnya adalah mengatur tarik uluryang ditimbulkan oleh fakta bahwa orang mengetahui masalah tersebut. Bagi seseorang dengan stigma yang dapat didiskreditkan, masalah dramaturgisnya terletak pada pengaturan informasi sedemikian rupa sehingga masalah tersebut tidak diketahui audien.
Frame Analysis
Dalam buku frame analysis, goffman bergerak menjauh dari akar interaksionisme simbolis klasiknya dan lebih cenderung pada studi tentang struktur kehidupan sosial skala kecil. Meskipun ia masih merasa bahwa orang mendefinisikan situasi sebagaimana yang dimaksudkan W.I Thomas, kini ia berpikir bahwa definisi-definisi tersebut kurang penting. Selain itu, bahkan ketika mendefinisikan situasi, biasanya orang tidak menciptakan definisi-definisi tersebut. Tindakan lebih banyak didefinisikan oleh kepatuhan mekanis pada aturan daripada melalui proses aktif, kreatif, dan dinegosiasikan. Goffman mengemukakan tujuannya, yaitu mencoba mengisolasi sejumlah kerangka kerja dasar pemahaman yang terdapat dalam masyarakat kita untuk memahami sejumlah peristiwa dan menganalisis kelemahan-kelemahan yang melekat pada kerangka acuan ini.
Goffman berargumen bahwa sekuruh dunia ini bukanlah penggung, sama sekali bukanlah sebuah teater. Goffman mengakui secara jelas keterbatasan teater sebagai metafora kehidupan sehari-hari. Kendati masih berguna dalam beberapa hal, metafora ini mengungkapkan sejumlah aspek kehidupan sebagaimana ia menjelaskan aspek kehidupan lain. Salah satu yang diungkapkan adalah arti penting ritual dalam kehidupan sehari-hari. Bagi goffman, ritual adalah sesuatu yang esensial karena ia memelihara keyakinan kita akan hubungan sosial dasar. Ia memberi orang kesempatan untuk menegaskan legitimasi posisinya dalam struktur sosial sambil mewajibkannya melakukan hal yang sama. Ritual adalah mekanisme tempat berlangsungnya penegasan bawahan atas posisi atasan yang lebih tinggi. Derajat ritual dalam masyarakat mencerminkan legitimasi struktur sosialnya, karena respek ritual yang diberikan pada individu juga merupakan tanda respek atas peran lain yang mereka mainkan saat itu.
Goffman memusatkan perhatian pada aturan dan melihatnya sebagai hambatan eksternal terhadap perilaku sosial. Namun, secara umum aturannya hanyalah panduan parsial dan tidak menentu bagi perbuatan. Selain itu, kendati terkekang, hambatan-hambatan tersebut tidak menghilangkan kemungkinan adanya variasi individu, bahkan penggunaan imajinatif aturan-aturan tersebut oleh individu. Bagi goffman, aturan bisa menjadi hambatan dan sumber daya yang dapat digunakan oleh orang dalam interaksi sosial.
Refrensi
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post Modern. Bantul: Kreasi Wacana
Margaret M Poloma. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Rachmad K Dwi Susilo. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakarta: Ar Russ Media
Irving M. Zeitlin. 1995. Memahami Kembali Sosiologi. Yogykarta: Gajah Mada University Press.

0 komentar:

Posting Komentar