Goffman lahir di Alberta, Kanada
pada tanggal 11 Juni 1922. Ia mendapatkan nilai terbaik dari universitas
Chicago dan sering kali dipandang sebagai anggota mazhab chicago dan sebagai
interaksionis simbolis. Namun, ketika beberapa saat sebelum meninggal ia
ditanya benar tidaknya ia seorang interaksionis simbolis, ia menjawab bahwa
label itu terlalu kabur untuk dirinya. Sebaliknya sulit memasukkan karyanya ke
dalam satu kategori tunggal. Dalam membangun perspektif teoretisnya, goffman
mengambil banyak sumber dan membangun satu orientasi khas.
Erving Goffman meninggal pada
tahun 1982 di puncak ketenarannya. Ia telah lama dipandang sebagai sosok yang
yang dikultuskan dala teori sosiologi. Status tersebut diperoleh karena ia adalah
profesor pada jurusan sosiologi prestisius di Universitas California, Berkeley,
dan selanjutnya ia menempati posisi kuat di ivy League Universitas
Pennsylvania. Pada tahun 1980 an, goffman muncul sebagai teoretisi yang sangat
penting. Sebenarnya ia terpilih sebagai presiden Asosiasi sosiologi Amerika
pada tahun kematiannya namun ia tidak mampu menyampaikan pidato kepresidenannya
karena penyakitnya yang semakin memburuk. Karena status kemandirian goffman,
dalam pidatonya Randall Collins mengatakan setiap orang bertanya-tanya tentang
apa yang ia sampaikan dalam pidato kepresidenannya.
Karya Erving Goffman
Karya terpenting yang membahas
diri dalam interaksionisme simbolis adalah buku Presentation of self in
everyday life (1959) yang ditulis oleh erving goffman. Konsepsi goffman tentang
diri banyak meminjam gagasan Mead, khusunya diskusinya tentang ketegangan
antara 1, diri yang spontan, dengan me, hambatan sosial dalam diri. Ketegangan
ini tercermin dalam karya goffman tentang apa yang dia sebut ‘kesenjangan
antara diri kita yang manusiawi dengan diri kita yang tersosialisasi’.
Ketegangan ini berasal dari perbedaan antara harapan orang terhadap apa yang
mesti kita lakukan dengan harapan kita sendiri. Kita dituntut untuk melakukan
apa yang diharapkan dari kita selain itu, kita tidak boleh plin-plan. Seperti
kata beliau “Kita tidak boleh bergerak ke bawah dan ke atas”. Untuk menjaga
citra diri yang stabil, orang tampil untuk audien sosial mereka. Akibat dari
minatnya pada pertunjukan ( performance ) ini, goffman memusatkan perhatiannya
pada Dramaturgi, atau pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serangkaian
pertunjukan dramatis yang serupa dengan yang ditampilkan di atas panggung.
Dramaturgi
Pemahaman goffman tentang diri
terbentuk oleh pendekatan dramaturgisnya. Bagi goffman diri adalah bukanlah
benda organik yang memiliki lokasi spesifik, dalam menganalisis diri, kita
menarik diri dari pemiliknya, dari orang yang akan paling diuntungkan atau dirugikan olehnya, karena ia dan
tubuhnya sekadar menyediakan gantungan bagi manufaktur kolaboratif untuk
sementara waktu, sarana produksi dan pemeliharaan diri tidak terletak pada
gantungan tersebut.
Goffman memahami diri bukan
sebagai milik aktor namun sebagai produk interaksi dramatis antara aktor dengan
audien. Diri adalaha efek dramatis yang muncul dari skenario yang ditampilkan.
Karena diri adalah produk interaksi dramatis, ia rentan mengalami Disrupsi
selama pertunjukan. Konsep dramaturgi goffman tidak lagi memusatkan perhatian
pada proses pencegahan atau diatasinya gangguan semacam itu. Meskipun sebagian
besar diskusinya terfokus pada kontingensi-kontingensi dramaturgis ini, goffman
menunjukkan bahwa kebanyakan pertunjukan berhasil dilakukan. Hasilnya adalah
bahwa dalam situasi biasa, diri yang utuh ditentukan oleh pementas, dan ia
terlihat memancar dari pementas. Ketika individu berinteraksi, mereka ingin
menyajikan pemahaman tertentu tentang diri yang akan diterima oleh orang lain.
Namun, bahkan ketika menampilkan diri mereka, para aktor tersebut sadar bahwa
anggota audien dapat mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu, aktor
menyesuaikan diri dengan kontrol audien, khususnya elemennya yang mungkin
bersifat disruptif. Aktor berharap agar pemahaman tentang diri yang mereka
sajikan di hadapan audien akan cukup kuat bagi audien tersebut untuk
mendefinisikan aktor sebagaimana yang dikehendaki sang aktor. Aktor pun
berharap ini akan menyebabkan audien bertindak sukarela sebagaimana yang
dikehendaki sang aktor.
Mengikuti analogi teatrikal,
goffman berbicara tentang panggung depan. Depan adalah bagian dari pertunjukan
yang secara umum berfungsi secara agak tetap dan umum untuk mendefinisikan
situasi bagi mereka yang memperhatikan pertunjukan tersebut. Di panggung depan,
goffman lebih jauh membedakan anatara setting dengan muka personal. Setting
merujuk pada tampilan fisik yang biasanya harus ada jika aktor tampil. Tanpa
itu, aktor biasanya tidak dapat. Muka personal terdiri dari pernik-pernik
perlengkapan ekspresi yang diidentikan audien dengan pementas dan diharapkan agar
dibawa serta dalam setting tersebut.goffman membagi lagi muka personal menjadi
tampilan dan tingkah laku. Tampilan termasuk pernik-pernik yang mengatakan
kepada kita status sosial pementas. Misalnya baju dokter bedah. Tingkah laku
mengatakan kepada para audien peran yang diharapkan untuk dimainkan pementas
dalam aksi tersebut. Tingkah laku yang payah dan pengecut mengindikasikan
pertunjukan yang lumayan berbeda. Secara umum, kita berharap agar pertunjukan
dan tata cara berjalan konsisten.
Kendati memiliki pandangan
struktural, pandangan paling menarik goffman terdapat pada ranah interkasi. Ia
berargumen bahwa karena pada umunya orang mencoba menyajikan gambaran ideal
atas dirinya sendiri dalam pertunjukan panggung depan, maka niscaya mereka
merasa harus menyembunyikan berbagai hal dalam pertunjukan yang mereka lakukan.
Yaitu :
Pertama, aktor mungkin ingin
menyembunyikan kesenangan rahasia (contoh, minum alkohol) yang telah jadi
kebiasaan sejak sebelum pertunjukan atau di masa lalu (contoh, kecanduan narkoba)
yang tidak cocok dengan pertunjukan mereka.
Kedua, aktor mungkin ingin
menyembunyikan kekeliruan yang mereka lakukan dalam persiapan pertunjukan
maupun langkah yang telah mereka ambil untuk membetulkan kesalahan-kesalahan
tersebut (contoh, seorang sopir berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa dia
salah jalan)
Ketiga, aktor mungkin menganggap
hanya perlu menunjukkan produk akhir dan menyembunyikan proses produksinya
(contoh, profesor menyiapkan waktu berjam-jam untuk menyiapkan presentasinya,
namun dia bertindak seolah-olah dia menguasai materinya)
Keempat, aktor perlu
menyembunyikan dari hadapan para hadirin ‘kerja kotor’ dalam pembuatan
pembuatan produk akhir tersebut. Kerja kotor mungkin meliputi tugas-tugas yang
secara fisik tidak bersih, semi ilegal, kejam, dan dari sudut pandang lain
merendahkan martabat.
Kelima, pada pertunjukkan
tertentu, aktor mungkin harus membiarkan turunnya standar-standar lain.
Akhirnya, aktor menganggap perlu menyembunyikan cercaan, hinaan, atau perbuatan
yang dilakukan sedemikian rupa agar pertunjukkan terus berlangsung.
Aspek lain dramaturgi pada
panggung depan adalah bahwa aktor seringkali mencoba menampilkan kesan bahwa
mereka lebih dekat kepada audien daripada kenyataanya. Goffman berargurmen,
audien sendiri mungkin mencoba mengatasi kepalsuan tersebut sedemikian rupa
sehingga tidak meruntuhkan gambaran ideal aktor. Aktor mencoba memastikan bahwa
seluruh bagian pertunjukan menyatu. Pada beberapa kasus, aspek yang tidak
selaras dapat merusak pertunjukan. Teknik lain yang digunakan oleh pementas
adalah mistifikasi. Seringkali aktor cenderung memistifikasi pertunjukan mereka
dengan membatasi kontak diri mereka dengan audien. dengan membangun jarak
sosial antara diri mereka dengan audien. Dengan membangun jarak sosial antara diri
mereka dengan audien, mereka mencoba membuat audien terpesona.
Unit analisis goffman bukanlah
individu, namun tim. Tim adalah sekumpulan individu yang bekerja sama dalam
mementaskan satu rutinitas yang sama. Jadi, diskusi sebelumnya tentang hubungan
antara pementas dengan audien sebenarnya berbicara tentang tim. Goffman juga
mendiskusikan panggung belakang, tempat fakta yang tertekan di panggung depan
atau berbegai tindakan informal dapat terlihat. Panggung belakang biasanya
berdekatan dengan panggung depan, namun ia juga terpisah. Pementas berharap
agar tidak ada anggota audien mereka yang hadir di belakang panggung.
Pertunjukan cenderung sulit dilakukan ketika aktor tidak mampu mencegah audien
masuk ke panggung belakang. Juga terdapat wilayah ketiga, wilayah sisa, yaitu
sisi luar, yang bukan depan atau belakang.tidak ada wilayah yang selalu berada
di salah satu ketiga ranah tersebut. Walaupun wilayah tertentu dapat mencakup
ketiga ranah pada waktu yang berlainan.
Erving goffman memfokuskan kepada
pendokumentasian tentang apa yang dia sebut dengan ungkapan-ungkapan yang
tersirat, yakni suatu ungkapan yang bersifat teateris dan jenis-jenis
kontektual, non verbal, dan jenis-jenis yang diduga bukan bersifat
intentionalitis. Adakah tujuan komunikasi ini direkaya atau tidak. Kita
memahami makna dan mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain,
seringkali lebih bergantung kepada kesan kita terhadap tindakan mereka
dibandingkan dengan perkataan-perkataan mereka.
Manajemen kesan
Secara umum, manajemen kesan
diarahkan untuk melindungi diri dari tindakan-tindakan yang tidak terduga,
seperti gerak yang tidak sengaja dilakukan, intrusi yang datang salah waktu,
dan tindakan memalukan, maupun tindakan-tindakan yang sengaja dilakukan,
seperti membuat skenario. Goffman tertarik pada berbagai metode untuk mengatasi
masalah-masalah ini. Pertama, terdapat beberapa metode yang melibatkan tindakan
yang bertujuan menghasilkan loyalitas dramaturgi, misalnya dengan cara
menonjolkan tingginya loyalitas kelompok. Kedua, goffman mengemukakan berbagai
bentuk disiplin dramaturgis, seperti mengingatkan agar menghindari kesalahan
kecil, memelihara kendali diri, dan mengatur ekspresi wajah dan nada verbal
seorang pementas. Ketiga, ia mengidentifikasikan sejumlah hambatan dramturgis, seperti
menentukan sebaik-baiknya bagaimana pertunjukan harus berlangsung, merencanakan
situasi darurat, menyeleksi anggota tim yang loyal, menyeleksi audien yang
baik.
Jarak peran
Jarak peran membicarakan sejauh
mana individu memisahkan dirinya dari peran yang mereka mainkan. Sebagai
contoh, jika naik komidi putar, anak-anak yang lebih besar cenderung sadar
bahwa mereka benar-benar terlalu tua menikmati pengalaman tersebut. Inti
pandangan goffman jarak peran adalah fungsi dari status sosial seseorang. Orang-orang
pada status sosial yang tinggi sering kali mewujudkan jarak peran dengan alasan
berbeda dengan orang-orang yang berada pada posisi status rendah. Orang-orang
yang berada pada status rendah biasanya memasang sikap yang lebih defensif
dalam memamerkan jarak peran. Contohnya, orang yang membersihkan toilet mungkin
melakukan pekerjaannya tanpa semangat dan penuh keengganan. Mereka ingin
mencoba mengatakan kepada audien bahwa mereka terlalu mulia untuk pekerjaan
tersebut.
Stigma
Goffman tertarik pada kesenjangan
antara bagaimana seharusnya seseorang, identitas sosial maya, dengan bagaimana
sebenarnya orang tersebut, identitas sosial aktual. Siapapun yang memiliki
kesenjangan antar kedua identitas tersebut mendapatkan stigma. Stigma
memusatkan perhatian pada interaksi dramaturgis antara orang-orang yang
mendapatkan stigma dengan orang-orang normal. Sifat interaksi tersebut
tergantung pada salah satu diantara dua stigma yang melekat pada individu. Pada
kasus stigma yang didiskreditkan, aktor berasumsi bahwa perbedaan diketahui
oleh anggota audien atau dapat mereka buktikan. Stigma yang dapat
didiskreditkan adalah perbedaannya tidak diketahui anggota audien atau tidak
dapat mereka presepsi. Bagi seseorang dengan stigma yang didiskreditkan, inti
masalah dramturgisnya adalah mengatur tarik uluryang ditimbulkan oleh fakta
bahwa orang mengetahui masalah tersebut. Bagi seseorang dengan stigma yang
dapat didiskreditkan, masalah dramaturgisnya terletak pada pengaturan informasi
sedemikian rupa sehingga masalah tersebut tidak diketahui audien.
Frame Analysis
Dalam buku frame analysis,
goffman bergerak menjauh dari akar interaksionisme simbolis klasiknya dan lebih
cenderung pada studi tentang struktur kehidupan sosial skala kecil. Meskipun ia
masih merasa bahwa orang mendefinisikan situasi sebagaimana yang dimaksudkan
W.I Thomas, kini ia berpikir bahwa definisi-definisi tersebut kurang penting.
Selain itu, bahkan ketika mendefinisikan situasi, biasanya orang tidak
menciptakan definisi-definisi tersebut. Tindakan lebih banyak didefinisikan
oleh kepatuhan mekanis pada aturan daripada melalui proses aktif, kreatif, dan
dinegosiasikan. Goffman mengemukakan tujuannya, yaitu mencoba mengisolasi
sejumlah kerangka kerja dasar pemahaman yang terdapat dalam masyarakat kita
untuk memahami sejumlah peristiwa dan menganalisis kelemahan-kelemahan yang
melekat pada kerangka acuan ini.
Goffman berargumen bahwa sekuruh
dunia ini bukanlah penggung, sama sekali bukanlah sebuah teater. Goffman
mengakui secara jelas keterbatasan teater sebagai metafora kehidupan
sehari-hari. Kendati masih berguna dalam beberapa hal, metafora ini
mengungkapkan sejumlah aspek kehidupan sebagaimana ia menjelaskan aspek
kehidupan lain. Salah satu yang diungkapkan adalah arti penting ritual dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi goffman, ritual adalah sesuatu yang esensial karena
ia memelihara keyakinan kita akan hubungan sosial dasar. Ia memberi orang
kesempatan untuk menegaskan legitimasi posisinya dalam struktur sosial sambil
mewajibkannya melakukan hal yang sama. Ritual adalah mekanisme tempat
berlangsungnya penegasan bawahan atas posisi atasan yang lebih tinggi. Derajat
ritual dalam masyarakat mencerminkan legitimasi struktur sosialnya, karena
respek ritual yang diberikan pada individu juga merupakan tanda respek atas peran
lain yang mereka mainkan saat itu.
Goffman memusatkan perhatian pada
aturan dan melihatnya sebagai hambatan eksternal terhadap perilaku sosial.
Namun, secara umum aturannya hanyalah panduan parsial dan tidak menentu bagi
perbuatan. Selain itu, kendati terkekang, hambatan-hambatan tersebut tidak
menghilangkan kemungkinan adanya variasi individu, bahkan penggunaan imajinatif
aturan-aturan tersebut oleh individu. Bagi goffman, aturan bisa menjadi
hambatan dan sumber daya yang dapat digunakan oleh orang dalam interaksi
sosial.
Refrensi
George Ritzer dan Douglas J.
Goodman. 2010. Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Post Modern. Bantul: Kreasi Wacana
Margaret M Poloma. 2010.
Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Rachmad K Dwi Susilo. 2008. 20
Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakarta: Ar Russ Media
Irving M. Zeitlin. 1995. Memahami
Kembali Sosiologi. Yogykarta: Gajah Mada University Press.
0 komentar:
Posting Komentar